Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2010

Kesan Kesahajaan dalam "Album Buahhatiku"

Esai Eko Putra Membaca kumpulan sajak atau sebuah antologi, atau membaca sajak-sajak seorang penyair di media massa. Bagi pembaca awam seperti saya, hal pertama yang akan saya rasakan setelah membacanya adalah menangkap kesan paling sederhana yang dapat saya ambil. Lalu memberikan pemahaman baru sebagai suatu komunikasi dan interaksi antara bahan bacaan dengan saya. Dalam pada itu, apakah sajak-sajak tersebut menjadi ingatan terus-menerus berada dalam memori otak saya. Selanjutnya tak segan-segan saya jadikan kutipan-kutipan ketika berbincang bersama teman-teman, menjadikannya ungkapan-ungkapan bijak yang digunakan dalam komunikasi, atau menjadi kalimat puitis bagi pacar saya. Dan bisa saja sebaliknya. Setelah membaca kumpulan sajak penyair. Bukan tidak mungkin saya kelelahan, kebingungan, kurang berkesan, atau saya merasa kesulitan memahami maknanya. Kemudian saya tinggalkan begitu saja tanpa meninggalkan kesan mendalam, dan tidak termemori dalam fail otak saya. Walaupun, kumpu...

Siul yang Meruntuhkan Tembok!

Oleh: Hasan Aspahani*) Aku menjemputmu! Bis tingkat menderu, polusi membasahi Jakarta. Siapa mengusik pagi dengan siulan menyayat itu? “Klaus Meine, Scorpion,” katamu. Wind of Change berkumandang. Menyusuri Taman Gorky, tembok Berlin telah runtuh, katanya. Kau tahu beton itu telah rapuh sejak orang menyeberanginya demi cinta. Seperti kita. (“Album Lama: Jakarta-Bandung”) Saya telah awali tinjauan ini dengan petikan bait (atau paragraf?) pertama dari sajak lima bait ini. Ini salah satu sajak yang langsung saya sukai dari buku kumpulan puisi Ready Susanto, penyair kelahiran Palembang (1967) yang kini bermukim di Bandung ini. Cerita tentang si aku yang menjemputmu (dengan sebuah tanda seru, sebagai isyarat girang? Atau tegang?) itu lantas dialirkan dengan amat lembut. Pemandangan dari jendela bis: mimpi, pinus di halaman sekolah yang kering, ragu, pertanyaan tentang cinta yang mempertemukan dua orang yang tetapi tidak merubuhkan sebuah tembok penghalang, kamar dan gaung televisi, ...