Langsung ke konten utama

Kesan Kesahajaan dalam "Album Buahhatiku"


Esai Eko Putra
Membaca kumpulan sajak atau sebuah antologi, atau membaca sajak-sajak seorang penyair di media massa. Bagi pembaca awam seperti saya, hal pertama yang akan saya rasakan setelah membacanya adalah menangkap kesan paling sederhana yang dapat saya ambil. Lalu memberikan pemahaman baru sebagai suatu komunikasi dan interaksi antara bahan bacaan dengan saya.

Dalam pada itu, apakah sajak-sajak tersebut menjadi ingatan terus-menerus berada dalam memori otak saya. Selanjutnya tak segan-segan saya jadikan kutipan-kutipan ketika berbincang bersama teman-teman, menjadikannya ungkapan-ungkapan bijak yang digunakan dalam komunikasi, atau menjadi kalimat puitis bagi pacar saya.

Dan bisa saja sebaliknya. Setelah membaca kumpulan sajak penyair. Bukan tidak mungkin saya kelelahan, kebingungan, kurang berkesan, atau saya merasa kesulitan memahami maknanya. Kemudian saya tinggalkan begitu saja tanpa meninggalkan kesan mendalam, dan tidak termemori dalam fail otak saya. Walaupun, kumpulan sajak yang saya hadapi karya seorang master penyair. Tentu saja, ketidakberkesanan ini bukan serta-merta dikarenakan kemalasan saya sebagai pembaca, untuk memahami lebih jauh. Hal ini pun, dibarengi dengan keterbatasan ilmu yang saya miliki tentang persajakan itu sendiri. Sehingga makna-makna besar yang tersembunyi di balik sajak belum dapat saya temukan sebagai kesan.

***

Saya membaca sebuah buku kumpulan sajak yang berjudul Album Buahhatiku (AB). Buku yang diterbitkan pertama kali oleh PT Paramaartha Maju, Bandung (2007). Ditulis oleh Ready Susanto, penyair kelahiran Palembang, 25 Desember 1967, sekarang menetap di Bandung, dan bekerja sebagai editor beberapa penerbit di Jakarta dan Bandung. Secara rinci AB memuat sepilihan sajak yang ditulis oleh penyair dalam kurun 1991-2007. terbagi dalam tiga subjudul, yakni "Album Buahhatiku" terdiri 16 sajak, "Cuplikan Buku Harian" ada 20 sajak, dan "Wilayah Kabut" berisi 18 sajak. Total sajak yang termaktub dalam buku ini berjumlah 54 sajak.

Sebagaimana disebutkan di awal tulisan ini, yang saya tuliskan adalah kesan apa dapat saya ambil setelah membaca buku Album Buahhatiku ini. Hal yang dapat saya katakan dengan kemampuan yang terbatas dan keawaman yang awas, bahwa sajak-sajak Ready Susanto jernih, memikat, bersahaja, dan bernas. Ready Susanto tidak memberikan hamparan kata-kata yang sulit untuk dipahami, membaca sajak-sajaknya seolah membaca petuah-petuah bijak yang dapat dicerna secara langsung diterima oleh logika rasio. Kesan apa adanya, kesahajaan komunikasi yang ditampilkannya telah memberikan interaksi yang baik kepada pembacanya. Sehingga kebingungan untuk menarik kesimpulan dan makna, tidak terjadi bagi saya. Dalam melukiskan kenangan misalnya, Ready Susanto mengungkapkannya dengan frasa-frasa bersahaja, jernih, lembut, dan secara langsung dirasakan. Sebagaimana sajak berikut ini:

Di Kubur Cik
- lagu kematian yang terlambat

waktu dunia telah berhenti
bagimu, tetapi kenangan tak
pernah lekang bagitu saja,
cinta tak pernah pergi
hanya karena kematian
datang suatu pagi

(1992)


Pesan Sepekan 6

/6/ Kamis, 07/09/06

betapa nyeri mengatakan
yang tak ingin dikatakan
betapa sakit mengenangkan
yang tak ingin dikenangkan

(2006)


Kedua sajak yang saya ambil dari AB di atas, terasa begitu jernih, dan tidak menghadirkan diksi-diksi dengan kadar sense of difficulty sehingga komunikasi yang diberikan oleh Ready Susanto dapat secara langsung diterima oleh rasio logika. Dan terlihat dengan jelas, Ready Susanto lebih mementingkan suatu komunikasi terjadi dengan baik antara dia sebagai penyair, kemudian ditransformasikan kedalam sajaknya dan diterima oleh pembaca dengan baik pula.

Kesahajaan lain pun, digambarkan oleh penyair tetap terasa dalam sajaknya tentang perjalanan hidup yang ditulisnya berikut ini:

Usia 39
debu
cuma debu
di depan-Mu

(2006)


Lain dari pada itu, saya cukup menikmati sajak-sajak yang termaktub dalam AB. Terlebih lagi, sajak “Album Buahhatiku” yang dituliskan untuk putrinya, “Tiga Pucuk Pesan Jelaga” yang ditulis untuk penyair Hasan Aspahani, “Rindu”, dan ah... keseluruhannya bisa saya jadikan kutipan untuk bahan perbincangan dengan teman-teman atau mungkin ungkapan-ungkapan untuk pacar. Aha…

Terlepas dari urusan rima, ritma, diksi, bait, citra, dan segala unsur pembangun sajak yang saya terima di ruang kelas. Sajak-sajak Ready Susanto telah memberikan kesan yang dalam di memori otak saya. Begitulah kiranya!

Sekayu, 21 Maret 2009


Sumber:
Harian Berita Pagi, Minggu, 3 Mei 2009

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seri Margasatwa C. Bernard Rutley

Salah satu buku favorit ketika saya duduk di bangku SD adalah Seri Margasatwa karya penulis Australia C. Bernard Rutley, yang mengisahkan dengan sangat menarik mengenai kehidupan hewan di alam liar. Di Indonesia serial ini diterbitkan oleh NV Masa Baru (yang kemudian menjadi Penerbit Ganaco) pada sekitar 1974 (gambar paling kiri). Belakangan seri ini juga diterbitkan oleh Penerbit Sinar Harapan (dua gambar yang di tengah). Ternyata terdapat 14 judul buku yang merupakan bagian dari seri ini, antara lain Cakma: Perampok Liar di Bukit Karang (kera babon), Piko: Pengempang Ulung di Air Tawar (kastor), Timur: Pemburu Kejam di Rimba Raya (harimau), dan Loki: Begal Bengis di Padang Salju (serigala). Di pasar buku loak masa kini, serial ini amat sulit diperoleh. Setelah mencari kian kemari, saya mendapatkan satu judul buku Timur: Pemburu Kejam di Rimba Raya di sebuah toko buku daring pada pertengahan 2015. Gambar paling kanan menunjukkan contoh Serial Margasatwa yang sama yang...

kenangan yang ditambah-tambahi atau ingatan yang dikurang-kurangi? | bac...

Sersan Grung-Grung dan Dwianto Setyawan

Disebut Sersan Grung-Grung karena batuknya berbunyi "grung-grung". Dia adalah tokoh cerita anak yang populer pada 1980-an. Nama aslinya Pak Darpodiroto namun lebih dikenal dengan panggilan Sersan Grung-Grung. Bersama mobil tua dan 6 orang anak ( yaitu Raka, Martinus, Samsul, Argo, Ninung dan Linda), dia membantu polisi memecahkan kasus-kasus kejahatan yang terjadi. Pengarangnya Dwianto Setyawan, kelahiran 12 Agustus 1949, berasal dari Kota Batu, Jawa Timur. Mulanya serial Sersan Grung-Grung dimuat secara bersambung di Majalah Bobo , kemudian dibukukan oleh Penerbit Gramedia. Ada 9 judul yang telah terbit, yaitu (1) Sersan Grung-Grung , (2) Rahasia Gua Jepang , (3) Orang-Orang Serakah , (4) Komplotan Daun Emas , (5) Penyamar Ulung , (6) Rencana Terselubung , (7) Ratu Bergaun Hitam , (8) Rahasia Topeng Berkumis , dan (9) Pala-Pala Motosep . Dwianto Setyawan mulai menulis pada 1972 dan telah menerbitkan puluhan judul novel anak. Termasuk pengarang favorit pada 1980...