
MAKIN teraniaya makin mendapat simpati. Ungkapan ini pantas disandang sebagian wanita yang muncul di percaturan politik di Asia. Simpati terhadap sosok Benazir Bhutto, misalnya, justru berlipat, menyusul tragedi yang menewaskan Ketua PPP (People Power Party) itu, 27 Desember 2007.
Simpati bukan hanya tumbuh di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Begitu meluasnya simpati itu membuat para pengamat memprediksikan kekacauan sosial-politik bakal berlangsung berkepanjangan di Pakistan.
Di lingkungan PPP simpati terhadap sosok almarhumah yang pernah menjabat perdana menteri tahun 1988-1990 dan 1993-1996 itu juga tetap terpelihara. Sepeninggalnya, Bilawal Zardari (19), anaknya, terpilih menjadi ketua PPP. Ia didampingi Asif Ali Zardari, ayahnya, yang menjabat wakil ketua.
Simpati itu terbangun di atas sederet korban meninggal di lingkungan keluarga dinasti Bhutto. Dimulai PM Zulkifar Ali Bhutto yang dihukum gantung tahun 1979 oleh Jenderal Zia ul-Haq yang mengudetanya. Kedua saudara Benazir juga tewas terbunuh tahun 1980 dan 1996.
Kondisi teraniaya serupa itu memang sering membangkitkan rasa iba, yang pada gilirannya berkembang menjadi simpati rakyat banyak, apalagi 'penganiayaan' itu melibatkan kepentingan rezim yang sedang berkuasa. Begitu dominannya rasa iba itu, kadang-kadang mengesampingkan prasyarat utama seseorang bisa menjadi negarawan seperti intelektualitas, sejarah perjuangan, dan penampilan atau kinerjanya. Bung Karno, misalnya, satu-satunya warga Indonesia yang masuk dalam daftar 100 Tokoh Abad ke-20 versi Ready Susanto (Nuansa, 2004) sering disebut sebagai negarawan yang memiliki ketiga prasyarat tersebut sekaligus.
Kenegarawanan seorang figur juga sering diwarisi keturunan dan keluarga dekatnya. Kondisi teraniaya dan faktor kedekatan ini sering berkorelasi. Di Bangladesh, seorang srikandi tampil di percaturan politik yang akhirnya menjabat perdana menteri. Dia adalah Khaleda Zia, janda Presiden Ziaur Rahman yang dibunuh tahun 1981. Di Filipina Corazon Aquino menjadi presiden tahun 1986. Dia menggantikan Ferdinand Marcos yang terguling menyusul terbunuhnya suami Corazon sepulangnya dari pengasingan. Di India Sonia Gandhi yang suaminya, Rajiv Gandhi, terbunuh, kini memimpin Partai Kongres. Almarhum adalah anak PM Indira Gandhi, dan cucu perdana menteri pertama India, salah seorang '100 Tokoh Abad ke-20', Jawaharlal Nehru.
Di Indonesia tampil Megawati. Kiprahnya di bidang politik mengantarkan dirinya menjabat ketua umum DPP PDI Perjuangan, partai terbesar tahun 1999 dan terbesar kedua tahun 2004. Ia sempat menjabat wakil presiden dan presiden RI. Melejitnya karier politik 'banteng betina' itu juga tidak terpisahkan dengan kondisi teraniaya dan faktor kedekatan. Ia adalah putri presiden RI pertama, Soekarno. Selama rezim orde baru berkuasa, ajaran maupun warisan kepejuangan Bung Karno diupayakan untuk dikubur dalam-dalam, sehingga menjadikan simpatisannya dalam kondisi teraniaya.
Bangkitnya wanita pada awal abad ke-21 telah diramalkan futurist John Naisbeitt, sebagai satu dari delapan perubahan besar yang terjadi di Asia. Namun, bagi wanita menerobos kekuasaan yang selama ini didominasi pria, tidak mudah dan dilematis. Selain itu persyaratan-persyaratan rasional telah menuntutnya seiring perkembangan global.
Kondisi teraniaya maupun faktor kedekatan, memang merupakan kondisi yang bisa dimanfaatkan seorang figur untuk mendapatkan simpati dalam upayanya meniti karier. Namun, itu bukan prasyarat utama seorang negarawan. Kondisi teraniaya dan faktor kedekatan belum cukup tanpa dibarengi prasyarat rasional, intelektualitas, misalnya.
Tajuk Rencana Bali Post, Selasa, 8 Januari 2008
http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2008/1/8/o1.htm
http://www.nabble.com/-sastra-pembebasan--Dilema-Tokoh-Wanita-Asia-td14686388.html
Komentar
Posting Komentar